Senin, 04 Februari 2013

Pengertian Ilmu Ekonomi

Hal pertama yang harus kita sadari bila kita berbicara tentang ilmu ekonomi adalah kompleksitasnya. Karena memang pada dasarnya ilmu ekonomi adalah sesuatu yang jauh dari kata sederhana. Banyak sekali faktor yang terkait di dalamnya, dimana semuanya harus dipertimbangkan dan diperhitungkan.

Manusia sebagai mahluk ekonomi (homo economicus) memiliki kecenderungan untuk tidak pernah merasa puas akan apa yang telah diperolehnya dan senantiasa berusaha terus untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan selalu mempertimbangkan perngorbanan dan manfaat dari tindakan yang dilakukan. Sehingga penting bagi manusia untuk mengetahui tentang ilmu ekonomi yang berkaitan erat dengan aktivitas manusia.

Berikut ini adalah pengertian dan definisi ilmu ekonomi menurut beberapa ahli:

# ADAM SMITH
Ilmu ekonomi secara sistemtis  mempelajari tingkah laku manusia dalam usahanya untuk mengalokasikan sumber-sumber daya yang terbats guna mencapai tujuan tertentu


# ALFRED MARSHALL
Ilmu ekonomis adalah ilmu atau studi yang mempelajari kehidupan manusia sehari-hari


# PAUL A SAMUELSON
Ilmu ekonomi adalah ilmu pilihan, ilmu ini mempelajari bagaimana orang memilih menggunakan sumber produksi yang langka atau terbatas untuk memproduksi berbagai komoditi dan menyalurkannya ke berbagai anggota masyarakat untuk segera dikonsumsi


# VON NEUMANN dan MORGENSTERN
Ilmu ekonomi adalah disiplin ilmu yang sayang sekali bila tidak diperlakukan secara tidak ilmiah karena para tokoh terkemukanya sibuk mengurusi solusi-solusi untuk menghadapi masalah-masalah mendesak zaman itu


# M. MANULANG
Ilmu ekonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari masyarakat dalam usahanya untuk mencapai kemakmuran (kemakmuran suatu keadaan dimana manusia dapat memenuhi kebutuhannya, baik barang-barang maupun jasa)


# LIPSEY
Ilmu ekonomi adalah suatu studi tentang pemanfaatan sumber daya yang langka untuk memenuhi kebutuha manusia yang tidak terbatas


# ALFRED W
Ilmu ekonomi dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu ilmu ekonomi deskriptif, teori ekonomi, dan ilmu ekonomi terapan


# SAMUEKON
Ilmu ekonom adalah sebuah studi yang menganalisis kerugian dan keuntungan meningkatkan pola-pola tertentu dalam pemakaian sumber daya

Karma IMF

Karma IMF

Siapa tak kenal IMF. Sepak terjang lembaga tsb selama beberapa dekade terakhir telah menjadi buah bibir berbagai kalangan di seluruh penjuru dunia. IMF adalah lembaga kreditor internasional yang mengklaim dirinya mampu menolong negara-negara dari kesulitan keuangan. Layaknya seorang dokter, IMF melakukan diagnosa penyakit, menuliskan resep-resep penyembuhan, sekaligus juga menentukan biaya yang dibebankan ke si pasien.

Ironisnya, setelah puluhan tahun memberi pertolongan keuangan kepada negara anggotanya, IMF kini justru balik menderita kesulitan keuangan sendiri. Akhir tahun lalu, negara-negara pemegang kendali IMF bahkan telah memaksa Direktur Pelaksana IMF yang baru, Dominique Strauss-Kahn untuk melakukan pemotongan anggaran secara besar-besaran.

Dewa penolong rupanya tengah membutuhkan pertolongan. Sang dokter ahli gizi ternyata sedang menderita gizi buruk.

BUAH KEGAGALANKesulitan keuangan yang dihadapi IMF tidak lepas dari kegagalan program IMF di berbagai negara, yang terakumulasi menjadi ketidakpercayaan dari negara anggotanya. Dalam banyak kasus, keberadaan IMF bukannya malah menolong, namun justru semakin memperparah kondisi ekonomi negara pasiennya. Menolong hanya dalih, karena faktanya IMF lebih sering mendikte negara pasiennya untuk menjalankan kebijakan ekonomi pilihan IMF, yang sebenarnya tidak sesuai dan banyak bertentangan dengan permasalahan dan kebutuhan negara pasiennya.

Salah satu kritik utama yang pernah dilontarkan sejumlah kalangan adalah IMF selalu memberikan resep yang sama untuk kasus-kasus yang dihadapi oleh berbagai negara. Tak peduli jenis maupun penyebab penyakitnya, resep standar tsb selalu digunakan untuk mengobati pasiennya. Resep standar yang berjuluk Structural Adjustment Program (SAP) tsb berisi kebijakan-kebijakan ekonomi yang sealiran dengan Konsensus Washington, yang dibelakangnya tersembunyi kepentingan-kepentingan negara-negara maju.

Salah satu elemen penting dari SAP adalah efisiensi anggaran, melalui pemotongan berbagai jenis subsidi termasuk subsidi pendidikan, kesehatan dan subsidi energi. Meskipun diklaim bertujuan untuk meningkatkan efisiensi anggaran, namun program tsb tidak lebih untuk menjamin ketersediaan anggaran sehingga negara pasiennya mampu mencicil bunga utang kepada IMF maupun negara kreditor internasional. Padahal negara pasien harus menanggung beban berat karena akibat kebijakan tsb. Kelompok miskin tidak lagi mampu mengakses pendidikan dan kesehatan yang layak, daya beli masyarakat anjlok, dan kesenjangan pendapatan semakin melebar.

Elemen SAP lain yang cukup dikenal adalah privatisasi atau divestasi aset negara (BUMN). Meskipun diklaim dapat meningkatkan efisiensi BUMN, namun dalam implementasinya, penjualan aset BUMN lebih banyak merugikan negara pasien karena dijual dengan harga yang sangat murah dan menyebabkan PHK terhadap ratusan karyawan BUMN. Program IMF tersebut justru dimanfaatkan oleh investor-investor asing, yang sebagian adalah rekanan IMF sendiri, untuk membeli aset-aset di negara berkembang dengan harga semurah-murahnya.

Dengan pendekatan yang mendikte seperti di atas, tidak heran jika sejumlah negara akhirnya lebih memilih untuk meninggalkan IMF dan menghentikan kerjasama bahkan lebih cepat dari waktunya. Sebut saja Argentina, Nigeria dan Indonesia yang beberapa tahun lalu memutuskan untuk mempercepat pelunasan utang kepada IMF, dan menyebabkan lembaga kreditor tersebut kehilangan sumber penerimaan yang sangat besar.

KENA KARMA
Kini IMF mendapat karma dari berbagai programnya ke negara-negara berkembang. Berdasarkan dokumen internal IMF yang bocor ke media, IMF berencana melakukan Structural Adjustment demi menyelamatkan lembaga tersebut dari kerugian yang terus menerus. Inti dari program tersebut adalah efisiensi anggaran melalui rasionalisasi, perombakan birokrasi dan efisiensi pemanfaatan aset IMF, yang tidak lain merupakan program sejenis dengan yang pernah IMF paksakan ke negara anggotanya. Dalam dokumen internal tsb, dikatakan bahwa IMF berencana melakukan PHK terhadap sekitar 300-400 karyawannya dan mendorong sejumlah karyawan senior untuk mengambil pensiun dini. IMF juga berencana menggabung beberapa divisi dalam struktur organisasinya, mengurangi produksi laporan, mengefisienkan pemanfaatan aset dengan menyewakan gedung dan apartemen milik IMF, dll.

Tidak mudah bagi IMF untuk mengimplementasikan berbagai rencana efisiensi tsb, karena IMF harus bekerja keras memikirkan cara menghadapi karyawannya. Pasalnya, suasana internal karyawan IMF sedang sangat sensitif dan penuh konflik. Ini setelah tahun 2006 lalu, manajemen IMF merestrukturisasi kompensasi yang mendapat perlawanan keras dari karyawannya. Asosiasi karyawan bahkan untuk pertama kalinya dalam sejarah IMF, melakukan tuntutan hukum kepada manajemen IMF. Malahan kabarnya, karyawan IMF pernah menggunakan pakaian serba hitam sebagai simbol protes terhadap kebijakan kompensasi oleh manajemen.

Lembaga yang selama ini menasihati negara berkembang untuk melakukan pemotongan anggaran dipaksa harus berpikir keras untuk mencari cara memotong anggarannya sendiri. Lembaga yang selalu menekankan pentingnya efisiensi aset negara dan reformasi birokrasi, kini dipaksa memikirkan solusi untuk mengefisiensikan penggunaan aset dan reformasi birokrasinya sendiri. Lembaga yang selama ini seperti berpura-pura tidak tahu akan dampak buruk dari berbagai kebijakannya, kini harus siap menghadapi sendiri dampak buruk tersebut.

IMF selama ini begitu mudahnya memberikan saran pemotongan anggaran, menjual aset-aset negara, mengetatkan likuiditas, melakukan reformasi birokrasi, dll, karena tidak menghadapi resiko akan dampak buruknya bagi ekonomi dan nasib rakyat miskin di negara pasiennya. Namun kini IMF dipaksa harus melaksanakan sendiri berbagai kebijakan tersebut, dan sekaligus harus siap-siap menanggung resikonya. Karma itu telah datang dan mudah-mudahan IMF bisa menarik banyak pelajaran darinya.

Economic War

Pasca krisis finansial global, dunia dibuat suspense dan nervous. Saat ini, dunia tengah merasakan dampak ikutan dari krisis tersebut yang ditengarai akan jauh lebih hebat dari krisis awal itu sendiri. Jika dibuat perumpamaan, krisis finansial yang dipicu kasus subprime mortgage di Amerika Serikat ibarat pengumuman akan terjadinya sebuah ‘peperangan’. Sementara, dampak krisis yang menjadi endemi sebagaimana sekarang menandakan bahwa ‘perang’ benar-benar berkobar: The Economic War atau Perang Ekonomi. Seluruh bangsa di bumi tengah berperang melawan kondisi ekonomi yang begitu genting (fragile of economic).
Pertumbuhan ekonomi negara-negara dunia melambat bahkan ada yang terancam collaps. Berbagai perusahaan multinasional berkantong tebal yang sebelumnya tak tersentuh krisis tiba-tiba berguguran. Yang masih hidup tapi dalam kondisi sekarat disambung nyawanya oleh pemerintah dengan bail out. Pasar modal dan keuangan rontok. Jumlah produksi barang maupun jasa anjlok. Volume perdagangan menurun. Lapangan pekerjaan menguap. Sementara angka pengangguran dan kemiskinan kian hari kian merebak.
Berbagai negara ramai-ramai ambil kebijakan. Segala diskusi, seminar hingga konferensi  digelar. Agenda pertemuan tahunan baik nasional maupun internasional pun tak luput mendiskusikan masalah ini.
Seperti awal Maret silam, di Jakarta diselenggarakan 5th World Islamic Economic Forum—di mana Indonesia mengambil bagian penting sebagai negara berpenduduk muslim terbesar—yang membahas secara intens masalah tersebut dalam tajuk “Food and Energy Security & Streaming the Tinde of Global Finansial Crisis”. Kini giliran menteri keuangan negara-negara yang tergabung dalam Group of 20 (salah satunya adalah Indonesia) mengadakan pertemuan awal sebagai persiapan pertemuan akbar G-20 di London bulan depan. Pertemuan ini untuk membahas apa pun yang bisa dilakukan untuk mereduksi dampak krisis global.
‘Jurus Pamungkas’
Berbagai negara di dunia pasang kuda-kuda dan mengeluarkan ‘jurus pamungkas’ ala negeri Paman Sam berupa paket stimulus (stimulus package), termasuk Indonesia. Tercatat, pemerintah telah bersepakat untuk mengeluarkan paket stimulus sebesar Rp 73,3 triliun yang dibarengi dengan kebijakan bank sentral menurunkan suku bunga untuk menggairahkan kembali perekonomian. Di sela-sela proses realisasi stimulus tersebut, perekonomian kita sudah mendapat ancaman pertumbuhan negatif pada triwulan ketiga 2009 mendatang (Kompas, 15/3).
Sedangkan di negara asalnya, Amerika, besaran paket stimulus mencapai 678 miliar dolar atau setara dengan 600 miliar euro. Keadaan ini semakin membuat ekonomi Amerika kian sakit. Sebelum paket stimulus saja, defisit AS sudah mencapai 6 persen dari PDB. Pasca stimulus, diperkirakan defisit ini akan membengkak hingga 12 persen dari PDB (Kompas, 14/3).
Berseberangan dengan Amerika, Uni Eropa cenderung memberlakukan pengetatan aturan perekonomian meskipun tak luput dari kebijakan paket stimulus tersebut. Sebagai perbandingan, besaran paket stimulus UE (yang merupakan gabungan beberapa negara di Benua Eropa) tersebut hanya mencapai kurang lebih 400 miliar euro. Mereka bahkan menjaga agar defisit maksimal sebesar 3 persen PDB.
Berdasarkan pengalaman UE, kebijakan mengendalikan inflasi dan tingkat defisit anggaran telah berhasil menjaga perekonomian mereka pada kondisi yang cukup stabil. UE berkeyakinan, pengguyuran dana ke pasar secara ’jor-joran’ hanya akan memicu tindakan spekulasi oleh para spekulan yang justru membahayakan perekonomian. Pendapat ini juga diamini sang mahaguru spekulan, George Soros.
Hingga sekarang, kebijakan pengguyuran dana ke pasar ala AS dan pengetatan anggaran UE menjadi dua kubu kebijakan yang saling tarik ulur dalam pertemuan awal G-20 tersebut. Meskipun, semua negara anggota G-20 diwakili menteri keuangan masing-masing akhirnya sepakat harus ada tindakan nyata yang diambil untuk menyelamatkan negara-negara yang berada di ambang kebangkrutan melalui IMF, melanjutkan paket stimulus dan menurunkan tingkat suku bunga (BBC News, 15/3).
Adakah Jalan Keluar?
Blessing in the disguise. Selalu ada hikmah dibalik kejadian sekalipun sebuah krisis. Krisis yang terjadi sekarang sejatinya adalah akibat dari perilaku bad faith para pelaku ekonomi dalam mengejar sebesar mungkin keuntungan. Perilaku tersebut berupa menghalalkan segala cara untuk memperkaya diri, tak peduli apakah tindakan tersebut akan merugikan pihak lain, negara, perusahaan atau lingkungan (Henricus W. Ismanthono, 2003).
Dalam kasus subprime mortgage, kita bisa melihat bahwa pemicunya adalah pelipatgandaan utang disertai lemahnya kontrol dalam memberikan utang itu sendiri yang mengakibatkan bad debt atau utang yang tidak terbayar. Pada titik ini, ada prinsip ketuhanan yang dilanggar. Dalam kitab-kitab suci beberapa agama, pelipatgandaan utang dengan sistem bunga sendiri sudah merupakan hal yang tercela. Seperti dalam Islam, bunga (riba) disebut-sebut sebagai salah satu dosa besar.
Untuk segera keluar dari keterpurukan ekonomi, sepertinya manusia harus menghayati dan merenungkan kembali setiap tindakannya. Setiap tindakan ekonomi yang diambil perlu dibarengi etika moral dan tidak berseberangan dengan prinsip ketuhanan tadi. Sistem perekonomian yang berbasis nilai-nilai moral dan agama (sebut misalnya: Ekonomi Syariah) yang bahkan mulai berkembang di negara sekuler, bisa menjadi alternatif pilihan sebagai platform baru perekonomian. Mengeliminasi variabel bunga dalam perekonomian bukanlah hal yang mustahil sebagaimana dibuktikan oleh sistem Perbankan Syariah.
Tidak perlu panik berlebihan. Yang dibutuhkan sekarang adalah bahu-membahu segenap komponen untuk mereduksi dampak krisis ini. Pembuat kebijakan mesti cekatan mengambil segala tindakan yang tepat yang bisa menyelamatkan perekonomian dunia yang hampir karam. Yang diberi kekayaan berlebih berempatilah pada mereka yang kurang beruntung (rakyat miskin). Tahan segala keinginan untuk bersikap konsumerisme. Budayakan kembali sikap hemat, sederhana, tolong menolong dan bersikap ramah terhadap lingkungan. Yakinlah, badai pasti berlalu.

Pendekatan dalam Ilmu Ekonomi

Pendekatan dalam Ilmu Ekonomi

Istilah “sistem” dapat dipergunakan dalam pengertian bermacam-macam sesuai dengann lingkup persoalan yang dihadapi, diantaranya adalah : Istilah “sistem” yang dipergunakan dalam arti metode atau tata cara untuk memahami sesuatu persoalan atau sesuatu pekerjaan. Contohnya sistem mengetik sepuluh jari, sistem modul dalam pengajaran.
Istilah “sistem” yang menunjukkan adanya sekumpulan (himpunan) gagasan-gagasan (ide); yang mengandung prinsip-prinsip, doktrin-doktrin, hukum-hukum, yang tersusun terorganisasikan dalam satu kesatuan yang logik. Contohnya seperti sistemm demokrasi liberal, sistem ekonomi kapitalis.
Istilah sistem (sistem ekonomi) di sini dipergunakan dalam pengertian yang pertama. Istilah sistem ekonomi yang tersusun dari lima unsur sebagaimana diuraikan di atas digunakan sebagai konsep pendekatan, sebagai salah satu alat analisis dalam memahami persoalan ekonomi, khususnya memahami persoalan ekonomi Indonesia.
Selama ini kita telah terbiasa memahami persoalan-persoalan ekonomi dengan pendekatan Teori Ekonomi Mikro, Teori Ekonomi Makro, Teori Keuangan dan lain-lain. Umumnya kita belum biasa menggunakan pendekatan sistem (system approach) untuk memahami dan memecahkan persoalan-persoalan ekonomi.
Tujuan dari pengajaran teori pada umumnya dan teori ekonomi mikro, teori ekonomi makro pada khususnya, yaitu inter alia, menunjukkan cara-cara untuk menangkap dan menyederhanakan serta memecahkan permasalahan yang dihadapi secara sistematis. Untuk maksud ini disamping perlu uraian tentang konsep-konsep guna mencari hubungan sebab-akibat (causal) atau interdependensi antara semua unsur-unsur yang terkandung dalam konsep itu secara verbal, dipergunakan pula alat-alat analisa grafis dan matematis (Sudarsono, 1983).

PEMBAGIAN ILMU EKONOMI

PEMBAGIAN ILMU EKONOMI
Ilmu ekonomi dibagi dalam 3 kategori dengan rincian sebagai berikut :
1. Ilmu Ekonomi Deskriptif
2. Ilmu Ekonomi Teori, terdiri atas :
a. Ilmu Ekonomi Makro
b. Ilmu Ekonomi Mikro
3. Ilmu Ekonomi Terapan

Ilmu Ekonomi Descriptive Economics), yaitu ilmu ekonomi yang mengumpulkan semua kenyataan penting yang berhubungan dengan suatu persoalan ekonomi atau topik tertentu
Ilmu Ekonomi Teori (Economic Theory), dibedakan menjadi :
Ilmu Ekonomi Makro, adalah ilmu ekonomi yang mempelajari kehidupan ekonomi nasional sebagai suatu keseluruhan. Analisis bersifat global dan tidak memperhatikan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh unit-unit kecil dalam perekonomian.
Ilmu Ekonomi Mikro, adalah ilmu ekonomi yang secara khusus mempelajari bagian-bagian kecil dari keseluruhan kegiatan perekonomian. Misalkan membahas masalah pasar, perusahaan, harga komoditas tertentu, dll.
Ilmu Ekonomi Terapan (Applied Economics), adalah ilmu ekonomi yang menggunakan kerangka pengertian dari analisis ekonomi teori untuk merumuskan kebijakan-kebijakan pedoman yang tepat untuk mengatasi masalah ekonomi tertentu.
Tahun 1930 terjadi pembagian ilmu ekonomi yaitu Ekonomi Makro (macroeconomics) dan (microeconomics)
Hingga 1930 sebagian besar analisis ekonomi terfokus pada industri dan perusahaan. Ketika terjadi Depresi Besar pada tahun 1930-an, dan dengan perkembangan konsep pendapatan nasional dan statistik produk, bidang ekonomi makro mulai berkembang. Saat itu, gagasan-gagasan yang terutama berasal dari John Maynard Keynes, yang menggunakan konsep aggregate demand untuk menjelaskan fluktuasi antara hasil produksi dan tingkat pengangguran, sangat berpengaruh dalam perkembangan bidang ini. Keynesianisme didasarkan pada gagasan-gagasannya.
Ekonomi makro atau makroekonomi adalah studi tentang ekonomi secara keseluruhan. Makroekonomi menjelaskan perubahan ekonomi yang mempengaruhi banyak rumah tangga (household), perusahaan, dan pasar. Ekonomi makro dapat digunakan untuk menganalisis cara terbaik untuk mempengaruhi target-target kebijaksanaan seperti pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga, tenaga kerja dan pencapaian keseimbangan neraca yang berkesinambungan. (http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_makro)
Permasalahan yang dihadapi oleh ekonomi makro adalah :
a.       Kemiskinan dan pemerataan
b.       Krisis nilai tukar
c.       Hutang luar negeri
d.       Perbankan, kredit macet
e.       Inflasi
f.        Pertumbuhan ekonomi
g.       Pengangguran
Ilmu ekonomi mikro (sering juga ditulis mikroekonomi) adalah cabang dari ilmu ekonomi yang mempelajari perilaku konsumen dan perusahaan serta penentuan harga-harga pasar dan kuantitas faktor input, barang, dan jasa yang diperjualbelikan. Ekonomi mikro meneliti bagaimana berbagai keputusan dan perilaku tersebut mempengaruhi penawaran dan permintaan atas barang dan jasa, yang akan menentukan harga; dan bagaimana harga, pada gilirannya, menentukan penawaran dan permintaan barang dan jasa selanjutnya.  Individu yang melakukan kombinasi konsumsi atau produksi secara optimal, bersama-sama individu lainnya di pasar, akan membentuk suatu keseimbangan dalam skala makro; dengan asumsi bahwa semua hal lain tetap sama (ceteris paribus).
Kebalikan dari ekonomi mikro ialah ekonomi makro, yang membahas aktivitas ekonomi secara keseluruhan, terutama mengenai pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran, berbagai kebijakan perekonomian yang berhubungan, serta dampak atas beragam tindakan pemerintah (misalnya perubahan tingkat pajak) terhadap hal-hal tersebut.
Penerapan ekonomi mikro :
1.       Teori konsumsi
2.       Teori produksi dan harga
3.       Kesejahteraan ekonomi
4.       Organisasi industri
5.       Kegagalan pasar
6.       Ekonomi finansial
7.       Perdagangan internasional